Bukan Laskar Pelangi

Pernah dengar, baca novel atau nonton film Laskar Pelangi kan? Pernah dong… siapa sih yang nggak tau sama Laskar Pelangi? Ada yang masih ingat nggak ceritanya? Kalo sudah lupa, nih saya ingatkan lagi di sini.

Awal-awal cerita Laskar pelangi menceritakan tentang sebuah sekolah Muhammadiah yang tidak memiliki murid. Pada waktu itu kalau muridnya tidak sampai 10 orang maka sekolah itu akan ditutup. Nah, kebetulan saya punya pengalaman yang hampir sama dengan cerita laskar pelangi ini. Tapi tentu saja beda, kan judulnya “Bukan Laskar Pelangi”… Pemeran utamanya juga beda, bukan cowok, tapi cewek… ya itu saya. he he he

 

Di sebuah desa bernama desa Pakisan tersebutlah sebuah Sekolah Dasar bernama SDN Pakisan 05 (Bahasa dongeng. hihihi). SDN ini terletak tepat di bawah salah satu bukit besar seperti gunung. Bukit ini merupakan salah satu yang terbesar dari perbukitan Seranden. Saya sekolah di SD ini. Tapi saya bukan murid asli SD ini! Saya merupakan pindahan dari SD lain yang lebih desa dari pada SD ini :mrgreen:

Oke, Oke, saya mau ceritakan dari awal saja biar tidak pusing tujuh keliling (tambah satu keliling lagi biar nggak pusing πŸ˜† )

Saya tinggal di desa yang nun jauh di sana karena ayah dan ibu saya adalah seorang guru SD yang punya nasib ditempatkan di desa. Saya yang sudah harus masuk SD di sekolahkan di salah satu SD yang ada di desa itu. Namanya SDN Tlogosari 1. Namun tanpa alasan yang dulu belum saya ketahui, waktu naik kelas empat SD saya dipindahkan ke SDN Pakisan 5 yang jaraknya lebih jauh dari rumah. Di sini lah cerita saya dimulai….

SDN ini memiliki murid yang sedikit. Kalau di cerita Laskar Pelangi harus ada 10 anak yang mendaftar, artinya ada 10 anak dalam satu kelas, kelas baru yang saya tempati di SDN pakisan 05 ini hanya ada delapan anak! (ditambah saya jadi sembilan anak). Setelah naik kelas 5, kelas kami kedatangan satu anak baru lagi. Jadi jumlahnya 10 anak. Naik kelas enam kami kedatangan satu orang murid lagi sehingga jumlah siswa yang ada di kelas adalah 11 orang. Namun karena ada masalah keluarga dua orang dari 11 murid tersebut pindah sekolah. Ahkirnya murid yang ada di kelas kami saat itu adalah SEMBILAN anak! Nggak sama kan sama Laskar Pelangi? πŸ˜†

Yak, sembilan anak ini lah yang Bukan Laskar Pelangi tapi memiliki semangat juang seperti laskar pelangi! Meskipun jumlah murid di SD kami sedikit, tapi kami selalu menjadi juara umum di kecamatan. Salah satunya adalah saya yang mendapatkan Danem tertinggi se kecamatan (hehe…. narsis dikit). Teman-teman saya ini adalah anak desa namun memiliki semangat tinggi untuk mengenyam pendidikan. Namun pada akhirnya takdir lah yang menentukan. Kami memiliki nasib yang berbeda-beda. Tidak semua dari kami bisa melanjutkan sampai kuliah. Hanya empat dari kami yang bisa melanjutkan kuliah. Meskipun begitu kami tetap satu! Kami tidak saling melupakan. Kami masih tetap saling mengingat, bertegur sapa, bercanda dan berkumpul bersama bila ada waktu luang. πŸ˜€

Baiklah, saatnya bercerita sedikit tentang tokoh utamanya (hehe). Perjuangan masa SD tidak akan pernah saya lupakan. Saya bukan anak manja. Meskipun Ibu saya juga mengajar di SDN Pakisan 05, saya tidak pernah berangkat dan pulang bersama dengan Ibu saya (sekali-sekali sih iya… tapi hampir nggak pernah). Saya pulang dan pergi menggunakan angkutan umum. Karena saya tinggal di perumahan guru SD yang letaknya di desa yang jalannya seperti “naik-naik ke puncak gunung”, terkadang angkutan umum itu berhenti di 5/6 perjalanan. Jadi saya harus menempuh 1/6 perjalanan lagi untuk sampai ke rumah, yang itu berjarak 500 m. Untuk sampai ke sana saya harus menggunakan jasa ojek atau menunggu angkutan umum berikutnya yang mau terus naik ke tempat pemberhentian paling akhir. Untuk pilihan pertama resikonya adalah mahal. Sedangkan pilihan kedua butuh modal sabar yang paling ekstra karena menunggu sampai ada angkot yang MAU terus naik. Karena dihadapkan dengan dua pilihan sulit ini, maka saya membuat pilihan ke tiga. Jalan Kaki! Jadi jangan heran kalau sampai sekarang saya suka jalan cepat. πŸ˜€

Saya kira cukup sekian cerita tentang Bukan Laskar Pelanginya. Kalau cerita tentang anggota Bukan Laskar Pelangi yang lainnya, saya rasa nggak akan selesai meskipun berlembar-lembar halaman. Jadi saya kira cukup cerita sekilas saja tentang mereka dan cerita saya yang mewakili dari kisah-kisah anggota Bukan laskar pelangi lainnya. Saya berdoa semoga kita tetap menyambung tali silaturahmi meskipun menjalani hidup yang berbeda-beda. πŸ˜€

Teman lama jangan dilupakan, karena mereka juga meninggalkan jejak dalam hidup kita πŸ˜€

24 pemikiran pada “Bukan Laskar Pelangi

  1. Laskar Sembilan. hehehe…
    Luar biasa sekali, sembilan orang? Saya paling sedikit sekelas itu berdelapanbelas. Jadi, saya baru dengar yang ini (selain yang di laskar pelangi)

  2. Waktu saya SD, di kaki gunung pula … muridnya cuma 15 hehehe πŸ˜€
    Mungkin kalau dikasih judul … Benar-benar Bukan Laskar Pelangi …

    Tapi, salut buat Anis.
    Insya Allah, kesuksesan sudah di depan mata. Amiiiin πŸ˜€

Tinggalkan Balasan ke bensdoing Batalkan balasan